Translate

Minggu, 26 Juni 2016

Homonimi, Homofoni, dan Homografi



Kata homonimi berasal dari bahasa Yunani kuno onoma yang artinya ‘nama’ dan homo yang artinya ‘sama’. Secara harfiah homonimi dapat diartikan sebagai ‘nama sama untuk benda atau hal lain’. Secara semantik, Verhaar (1978) memberi definisi homonimi sebagai ungkapan (berupa kata, frase, atau kalimat) yang bentuknya sama dengan ungkapan lain (juga berupa kata, frase atau kalimat) tetapi maknanya tidak sama. Umpamanya antara kata pacar yang berarti ‘inai’ dengan pacar yang berarti ‘kekasih’; antara kata bisa yang berarti ‘racun ular’ dan kata bisa yang berarti ‘sanggup, dapat’. Contoh lain, antara kata baku yang berarti ‘standar’ dengan baku yang berarti ;saling’, atau antara kata bandar yang berarti ‘pelabuhan’, bandar yang berarti ‘parit’ dan bandar yang berarti ‘pemegang uang dalam perjudian’.
Hubungan antara kata pacar dengan arti ‘inai’ dan kata pacar dengan arti ‘kekasih’ inilah yang disebut homonim. Jadi, kata pacar yang pertama berhomonim dengan kata pacar yang kedua. Begitu juga sebaliknya karena hubungan homonimi ini bersifat dua arah. Dalam kasus bandar yang menjadi contoh di atas, homonimi itu terjadi pada tiga buah kata. Dalam bahasa Indonesia banyak juga homonimi yang terdiri atas tiga buah kata.
Di dalam kamus kata-kata yang berhomonimi ini biasanya ditandai dengan angka Romawi yang diletakan di belakang tiap kata (entri) yang berhomonimi itu; atau juga dengan angka Arab yang diangkat setelah spasi dan diletakan di depan kata-kata tersebut. Di dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan W.J.S. Poerwadarminta digunakan angka Romawi:
bandar I ............
bandar II ..........
bandar III .........
bisa I ........
bisa II .......

Tetapi dalam Kamus Bahasa Indonesia (1983) oleh Pusat Pembinaan  dan Pengembangan Bahasa, dan Kamus Besar Bahasa Indonesia (1988) juga oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, kata-kata yang berhomonimi itu ditandai dengan angka Arab sebagai berikut.
1bandar  ............
2bandar  ..........
3bandar  .........
1bisa  ........
2bisa  .......
Hubungan antara dua buah kata yang homonim bersifat dua arah. Artinya, kalau kata bisa yang berarti 'racun ular' homonim dengan kata bisa yang berarti 'sanggup', maka kata bisa yang berarti 'sanggup' juga homonim dengan kata bisa yang berarti 'racun ular'. Kalau kata bisa yang berarti 'racun ular' kita sebut bisa I dan kata bisa yang berarti 'sanggup' kita sebut bisa II, maka diagramnya menjadi sebagai berikut:

Kalau ditanyakan, bagaimana bisa terjadi bentuk-bentuk yang homonimi ini? Ada dua kemungkinan sebab terjadinya homonimi ini.
Pertama, bentuk-bentuk yang berhomonimi itu berasal dari bahasa atau dialek yang berlainan. Misalnya, kata bisa yang berarti 'racun ular' berasal dari bahasa Melayu, sedangkan kata bisa yang berarti 'sanggup' berasal dari bahasa Jawa. Contoh lain kata bang yang berarti 'azan' berasal dari bahasa Jawa, sedangkan kata bang ( kependekan dari abang) yang berarti 'kakak laki-laki berasal dari bahasa Melayu/dialek Jakarta. Kata asal yang berarti 'pangkal, permulaan' berasal dari bahasa Melayu, sedangkan kata asal yang berarti 'kalau' berasal dari dialek Jakarta.
Kedua, bentuk-bentuk yang berhomonim itu terjadi sebagai hasil proses morfologi. Umpamanya kata mengukur dalam kalimat Ibu sedang mengukur kelapa di dapur adalah berhomonimi dengan kata mengukur dalam kalimat petugas agraria itu mengukur luasnya kebun kami. Jelas, kata mengukur yang pertama terjadi sebagai hasil proses pengimbuhan awalan me- pada kata kukur ( me + kukur = mengukur ); sedangkan kata mengukur yang kedua terjadi sebagai hasil proses pengimbihan awalan me- pada kata ukur ( me + ukur = mengukur ).

Sama halnya dengan sinonimi dan antonimi, homonimi ini pun dapat terjadi pada tataran morfem, tataran kata, tataran frase, dan tataran kalimat.
Homonimi antarmorfem, tentunya antara sebuah morfem terikat dengan morfem terikat yang lainnya. Misalnya, antara morfem -nya pada kalimat: " ini buku saya, itu bukumu, dan yang di sana bukunya" berhomonimi dengan -nya pada kalimat "Mau belajar tetapi bukunya belum ada." Morfem -nya yang pertama adalah kata ganti orang ketiga sedangkan morfem -nya yang kedua menyatakan sebuah buku tertentu.
Homonimi antarkata, misalnya antara kata bisa yang berarti 'racun ular' dan kata bisa yang berarti 'sanggup, atau dapat' seperti sudah disebutkan di muka. Contoh lain, antara kata semi yang berarti 'tunas' dan kata semi yang berarti 'setengah'.
Homonimi antarfrase, misalnya antar frase cinta anak yang berarti 'perasaan cinta dari seorang anak kepada ibunya' dan frase cinta anak yang berarti 'cinta kepada anak dari seorang ibu'. Contoh lain, orang tua yang berarti 'ayah ibu' dan frase orang tua yang berarti 'orang yang sudah tua'. Juga antara frase lukisan Yusuf yang berarti 'lukisan milik Yusuf, dan lukisan Yusuf yang berarti 'lukisan hasil karya Yusuf, serta lukisan Yusuf yang berarti 'lukisan wajah Yusuf.
Homonimi antarkalimat, misalnya, antara Istri lurah yang baru itu cantik yang berarti 'lurah yang baru diangkat itu memunyai istri yang cantik', dan kalimat. Istri lurah yang baru itu cantik yang berarti 'lurah itu baru menikah lagi dengan seorang wanita yang cantik'.
Di samping homonimi ada pula istilah homofoni dan homografi. Ketiga istilah ini biasanya dibicarakan bersama karena ada kesamaan objek pembicaraan. Kalau istilah homonimi yang sebelumnya sudah dibahas di atas dilihat dari segi bentuk satuan bahasanya itu maka homofoni.
Homofoni sebetulnya sama saja dengan homonimi karena realisasi bentuk-bentuk bahasa adalah berupa bunyi. Jadi, kata bisa yang berarti ‘racun ular dan kata bisa yang berarti ‘sanggup, dapat’ selain merupakan bentuk yang homonimi adalah juga bentuk yang homofoni, dan juga homografi karena tulisannya juga sama. Namun, dalam bahasa Indonesia ada sejumlah kata yang homofon tetapi ditulis dengan ejaan yang berbeda karena ingin memperjelas perbedaan makna. Misalnya kata bank dan bang, yang bunyinya persis sama, tetapi maknanya berbeda. Bank adalah lembaga yang mengurus lalu lintas uang, sedangkan bang adalah bentuk singkat dari abang yang berarti ‘kakak laki-laki’. Contoh lain adalah kata sanksi  yang berhomofon dengan kata sangsi. Sanksi berarti ‘akibat, konsekuensi’ seperti dalam kalimat Apa sanksinya kalau belum membayar uang SPP? sedangkan kata sangsi yang berarti ‘ragu’ seperti dalam kalimat Saya sangsi apakah dia akan dapat menyelesaikan pekerjaan itu. Dalam bahasa Indonesia kata-kata yang homofon tetapi tidak homograf tidak banyak.

Kalau kita perhatikan contoh bisa yang berarti ‘racun ular’ dan bisa yang ‘sanggup, dapat’, maka contoh tersebut selain homonim dan homofon, juga sekaligus homograf karena selain bentuknya dan bunyinya sama, juga ejaannya atau tulisannya sama. Tetapi di dalam bahasa Indonesia ada sejumlah kata yang tulisannya sama (jadi, homograf), sedangkan lafalnya atau bunyinya tidak sama (jadi, tidak homofon). Misalnya kata teras yang dilafalkan [ t ə r a s] dan berarti ‘inti-kayu’ dengan kata teras yang dilafalkan [teras] dan berarti ‘lantai yang agak ketinggian di depan rumah’. Contoh lain kata sedan yang dilafalkan [s ə d a n]  dan berarti ‘tangis kecil, isak’ dengan kata sedan yang dilafalkan [sedan] dan berarti ‘sejenis mobil penumpang’.

Kalau melihat kedua contoh diatas makan dapat dikatakan masalah kehomografian di dalam bahasa Indonesia adalah karena tidak diperbedakannya lambang untuk fonem /ə/ dan fonem /e/ di dalam sistem ejaan bahasa Indonesia yang berlaku sekarang ini. Andaikata semua fonem itu dilambangkan dengan huruf yang berbeda maka masalah kehomografian itu dengan sendiri menjadi tidak ada. Bahasa Melayu dulu yang ditulis dengan huruf Arab penuh dengan kasus homografi, seperti tulisan ﻛﻣﺐﻊ  yang bisa dibaca kambing, kembang, kembung atau kumbang.

Di dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan Poerwadarminta kata-kata yang homograf ini diberi keterangan cara melafalkannya dibelakang tiap-tiap kata tersebut, dengan membedakan lambang untuk fonem /ə/, dengan huruf /e/ sedangkan untuk fonem /e/ dengan huruf < é >. Misalnya:
            teras /teras/     1. hati kayu atau bagian dalam kayu
                                    2. .....................
            téras (téras)     1. sebidang tanah datar yang miring atau
lebih tinggi dari yang lain
                                    2. tanah atau lantai yang agak ketinggian di depan rumah.

Ada beberapa buku pelajaran yang menyatakan bahwa homograf adalah juga homonim karena mereka berpandangan ada dua macam homonim, yaitu (a) homonim yang homofon, dan (b) homonim yang homograf.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar