Translate

Minggu, 26 Juni 2016

Polisemi dan Ambiguitas



Polisemi
Polisemi lazim diartikan sebagai satuan bahasa (terutama kata, bisa juga frase) yang memiliki makna lebih dari satu. Umpamanya kata kepala dalam bahasa Indonesia memiliki makna (1) bagian tubuh dari leher ke atas; (2) bagian dari suatu yang terletak disebelah atas atau depan merupakan hal yang penting atau terutama seperti pada kepala susu, kepala meja, dan kepala kereta api; (3) bagian dari suatu yang berbentuk bulat seperti kepala, seperti pada kepala paku dan kepala jarum; (4) pemimpin atau ketua seperti pada kepala sekolah, kepala kantor, dan kepala stasiun; (5) jiwa atau orang seperti dalam kalimat Setiap kepala menerima bantuan Rp 5000,-.; dan (6) akal budi seperti dalam kalimat, Badannya besar tetapi kepalanya kosong.

 Ambiguitas

            Ambiguitas atau ketaksanaan sering diartikan sebagai kata yang bermakna ganda atau mendua arti. Konsep ini tidak salah,tetapi juga bermakna ganda, jadi, apa bedanya? Polisemi dan ambiguitas memang sama-sama bermakna ganda. Hanya kalau kegandaan makna dalam ambiguitas berasal dari satuan gramatikal yang lebih besar, yaitu frase atau kalimat, dan terjadi sebagai akibat penafsiran struktur gramatikal yang berbeda. Umpamanya, frase buku sejarah baru dapat ditafsirkan sebagai (1) buku sejarah itu baru terbit, atau (2) buku itu berisi sejarah zaman baru. Contoh lain, kalimat Orang malas lewat di sana dapat ditafsirkan sebagai (1) jarang ada orang yang mau lewat di sana, atau (2) yang mau lewat di sana hanya orang-orang malas.

            Dalam bahasa lisan penafsiran ganda ini mungkin tidak akan terjadi karena struktur gramatikal itu dibantu oleh unsur intonasi. Tetapi didalam bahasa tulis penafsiran ganda ini dapat saja terjadi jika penanda-penanda ejaan tidak lengkap diberikan. Barangkali kalau contoh buku sejarah baru dimaksudkan untuk makna atau penafsiran (1), maka sebaiknya ditulis buku-sejarah baru; tetapi jika dimaksudkan makna atau penafsiran (2), maka sebaiknya ditulis buku sejarah-baru. Jadi, yang pertama antara kata buku dan sejarah diberi tanda hubung (-) sedangkan pada yang kedua tanda hubung itu diletakkan di antara kata sejarah dan kata baru. Namun , ambiguitas pada tingkat yang lebih tinggi dari kalimat seperti pada wacana [ Ali bersahabat karib dengan Badu. Dia sangat mencintai istrinya] tidak dapat diartikan dengan upaya ejaan. Coba anda pikirkan siapa mencintai istri siapa dalam wacana tersebut.
            Pembicaraan mengenai ambiguitas ini tampaknya sama dengan pembicaraan mengenai homonimi. Contoh kalimat Istri lurah yang baru itu cantik pada pembicaraan tentang homonimi, juga dapat menjadi contoh dalam pembicaraan ambiguitas. Perbedaannya adalah homonimi dilihat sebagai dua bentuk yang kebetulan sama dan dengan makna, yang berbeda, sedangkan ambiguitas adalah sebuah bentuk dengan makna yang berbeda sebagai akibat dari berbedanya penafsiran struktur gramatikal bentuk tersebut. Lagi pula ambiguitas hanya terjadi pada satuan frase dan kalimat sedangkan homonimi dapat terjadi pada semua satuan gramatikal (morfem, kata, frase, dan kalimat) seperti sudah dibicarakan diatas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar